26.12.12

Islam di Nusantara Dibawa dari Timur Tengah, Bukan dari Gujarat

Hidayatullah.com--Islam mempunyai peradaban yang tinggi dibanding agama-agama lain. Dalam Islam, peradaban diukur dengan sejauh mana penggunaan akal dan akhlak yang tinggi, bukan diukur sekedar prasasti atau candi-candi. Demikian dinyatakan Direktur Eksekutif Insitute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Adnin Armas dalam “Bedah Jurnal ISLAMIA” di Masjid Darussalam Depok kemarin (02/12/2012).

Dalam acara itu Adnin juga menegaskan bahwa peninggalan peradaban Islam telah meninggalkan khasanah yang bermutu dan bermanfaat bagi banyak manusia.

“Peninggalan-peninggalan Islam lebih tinggi tingkat peradabannya, dengan mewariskan bahasa Melayu yang digunakan sedikitnya 300 juta orang di seluruh kawasan Melayu ini dan juga meninggalkan kitab-kitab yang bermutu karya ulama-ulama Islam yang ditulis dalam bahasa Jawi, selain bahasa Arab,” terangnya.

Adnin menyebut juga karya-karya Hamzah Fanshuri, Abdurrauf as Syinkili, Nuruddin ar Raniri dan lain-lain.

Menurut Admin, selama ini warisan-warisan Islam yang berharga itu sengaja ditutup-tutupi dan yang dibesar-besarkan oleh Orientalis Belanda.

“Borobudur itu kan sudah lama terkubur, tapi sengaja dipugar dan direnovasi oleh Orientalis Belanda (Raffles, red). Anda bisa baca dalam Jurnal ISLAMIA ini,” paparnya.

Menurut Adin, berdasarkan data, masyarakat di sekitar pembangunan Candi itu malahan tidak senang bahkan sebagian melarikan diri karena pembangunan Candi itu.

“Terutama masyarakat kasta bawah dari kalangan Paria atau Sudra yang dieksploitasi atau menjadi korban dari pembangunan Candi itu,” tegas Adnin Armas yang juga Pemimpin Redaksi Majalah Gontor ini.

Menurut Adin, agama-agama selain Islam, kebanyakan hanya untuk masyarakat setempat atau tersebar di masyarakat tertentu. Karenanya, jika dikatakan bahwa Sriwijaya kekuasaannya sangat luas dan mengakar di Sumatera, kenyataannya tidak.

Faktanya, agama Budha hampir tidak ada bekasnya di Sumatera, bahkan seluruh Sumatera sejak dulu diwarnai Islam.

Mengutip Profesor al Attas, Adnin menyatakan bahwa para sarjana Belanda, para Orientalis selalu mengatakan bahwa puncak peradaban Nusantara atau Melayu ada pada Hindu dan Budha dan ukuran kejayaan peradaban adalah candi, patung atau seni. Hal itulah yang selalu diajarkan oeh para Orientalis (dan kini juga di sekolah-sekolah), sehingga banyak murid yang terpengaruh.

Menurutnya, masyarakat Yunani tidak dikatakan maju, meski maju seninya sebelum adanya Plato, atau Persia yang terkenal dengan seninya sebelum kedatangan Islam.

Seperti juga apakah bangunan Piramid yang dibangun Firaun dikatakan ‘simbol’ peradaban yang tinggi, justru malah sebaliknya, bangunan itu menunjukkan peradaban yang rendah, karena banyaknya korban rakyat kecil akibat pembangunan Piramid itu.

“Maka peradaban tidak hanya dilihat pada segi lahirnya, tapi juga pada batinnya,”papar Adnin.
Untuk mengukur peradaban tidak hanya pada bangunan seni, tapi juga pada bahasa yang digunakan, perkembangan pemikiran dan pandangan hidup masyarakat.

“Peradaban yang tidak mengenal Tuhan lalu bertauhid kemudian mengenal Tuhan tentu lebih unggul peradabannya.”

Selain itu, mengutip Jurnal ISLAMIA, Adnin menyatakan bahwa pendapat Orientalis yang menyatakan bahwa Islam datang ke Nusantara dibawa pedagang Gujarat juga tidaklah tepat.

“Islam datang ke Nusantara langsung dibawa oleh para ulama-ulama dari Timur Tengah. Para dai itu memang punya niatan untuk mendakwahkan Islam ini ke sini. Mungkin saja kemudian ada pedagang Gujarat yang menyebarkan atau para dai itu berdakwah sambil berdagang,” terangnya.

Untuk lebih jelasnya ia menyarankan para peserta untuk membaca Jurnal ISLAMIA yang bertajuk: “Pembebasan Nusantara, Antara Islamisasi dan Kolonialisasi".*/nh

No comments:

Post a Comment