12.5.12

Indonesia Tanpa Sepilis: Membongkar Makar Ideologi AS dan Kaki Tangannya (5)

Intelijen AS diduga kuat menyusup dalam LSM-LSM internasional yang beroperasi di Indonesia dan menjadi funding kelompok pengasong virus Sepilis. Inilah ideologi trans-nasional sesungguhnya yang mesti diwaspadai oleh bangsa ini!

Oleh: Artawijaya, Editor Pustaka Al-Kautsar

Imprealisme asing terhadap negeri ini menggunakan beragam cara dan bermacam kedok. Diantara kedok yang mereka pakai adalah beroperasinya lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang mengusung tema-tema Hak Asasi Manusia, kesetaraan gender, civil society, toleransi agama, anti kekerasan, dan lain sebagainya. Semua itu adalah kedok dari operasi mereka sesungguhnya untuk membangun hegemoni ideologi dan kekuasaan serta penyebaran paham-paham sesat seperti Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme.

Diantara lembaga asing yang beroperas i di Indonesia, dan menjadi partner kelompok liberal adalah The Asia Foundation (TAF) yang berkantor pusat di San Fransisco, Amerika Serikat. Sedangkan kantor perwakilan TAF di Indonesia ini terletak di Jalan Adityawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. TAF bisa disebut sebagai “funding” dan “mentor” para aktivis dan LSM liberal di Indonesia. TAF jugalah yang terlibat membantu penyusunan Counter Legal Draft- Kompilasi Hukum Islam pada tahun 2004, yang diketuai oleh Siti Musdah Mulia. Mereka membentuk sebuah tim yang disebut sebagai Tim Pengarusutamaan Gender, yang kemudian menyusun sebuah rancangan kompilasi hukum Islam yang sempat menghebohkan kaum muslimin pada waktu itu. Diantara isi rancangan itu adalah, nikah dianggap bukan sebagai ibadah, namun sekadar hubungan muamalah (kontrak sosial) antara manusia. Poligami dilarang dan suami-istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Dalam hal waris, rancangan tersebut menyatakan antara laki-laki dan perempuan mendapat hak waris yang sama. Anak yang murtad dari Islam, menurut rancangan tersebut juga mendapat waris dari orangtuanya yang Muslim.

Sedikit gambaran mengenai Siti Musdah Mulia, mantan Ketua Tim Pengarusutamaan Gender Depag yang juga menjabat sebagai Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam berbagai kesempatan, Musdah yang mengaku berasal dari lingkungan pesantren seringkali mengampanyekan bolehnya nikah beda agama. Musdah juga yang member kata pengantar dari sebuah buku yang mengampanyekan nikah beda agama. Dari hasil penelitian buku ini, tercatat sejak 2004 sampai 2012, ada 1.109 pasangan yang menikah dengan latarbelakang keyakinan yang berbeda. Pasangan terbanyak adalah pernikahan antara yang menganut Islam dan Kristen, kemudian pasangan Islam dan Katolik. Inilah hasil kerja keras dari kelompok liberal! (Lihat disini)

Karena kerja kerasnya dalam mengampanyekan kesetaraan gender dan pluralism agama, Siti Musdah Mulia mendapat penghargaan the International Women Courage Award pada 7 Maret 2007. Award ini diserahkan langsung oleh Menteri Luar Negeri AS ketika itu, Condoleeza Rice dalam sebuah upacara seremonial di Departeman Luar Negeri AS.

Dengan kata lain, Award ini murni berasal dari pemerintah AS atas inisiatif kementerian luar negerinya. Award ini juga sekaligus menguatkan dugaan adanya keterlibatan AS dalam proyek liberalisasi di negeri-negeri Muslim, termasuk di Indonesia. Musdah yang pernah mengatakan bahwa Islam mengakui kaum lesbian dan homoseksual, menolak poligami dan mengatakan nikah bukan urusan ibadah mendapat ganjaran sebagai “Wanita Pemberani” dari pemerintah AS.

Kembali ke soal The Asia Foundation. Roland G Simbulan dalam sebuah acara di Filipina pada 18 Agustus 2000, memaparkan makalah berjudul CIA’S Hidden History in the Philippines, yang menjelaskan soal adanya keterlibatan lembaga telik sandi AS, Central Inteligencen Agency (CIA), dalam mengendalikan LSM-LSM besar. Mereka menjadikan LSM-LSM tersebut sebagai kedok untuk menjalankan operasinya di setiap negara. Menurut Roland, di Manila, Filipina, CIA memainkan peranan penting dalam mengendalikan lembaga The Asia Foundation.

Roland G Simbulan sempat mewawancarai agen CIA yang beroperasi di Filipina pada tahun 1996, yang menyatakan bahwa selama agen tersebut menjalankan misi intelijennya mereka menggunakan TAF sebagai kedok penyamaran. Sebelumnya, dalam TAF Annual Report 1985 (Laporan Tahunan TAF 1985), salah seorang Deputy CIA bernama Victor Marchetti mengatakan bahwa TAF didirikan oleh CIA dan sampai tahun 1967 mendapat bantuan subsidi dana dari badan intelijen AS ini. TAF juga mendapat bantuan dari American Jewish World Service (AJWS) yang merupakan partnership mereka dalam menjalankan berbagai program di seluruh dunia. Meskipun TAF selalu membantah soal ini.

Di Indonesia, selain memberikan dana bagi Jaringan Islam Liberal (JIL), TAF juga pernah bekerjasama dalam penerbitan sebuah majalah bernama “Syir’ah” yang mengusung pluralisme agama. Majalah ini tak mampu meraih minat pembeli dan pembaca karena isinya yang cenderung konfrontatif dengan keyakinan mainstream umat Islam. Bahkan, meski sebagian awak redaksinya berasal dari anak-anak muda NU, majalah ini juga tak mampu menjaring pembaca dari kalangan nahdhiyyin. Saat itu, Syir’ah seolah ingin menjadi majalah yang mampu mengimbangi keberadaan Majalah Islam Sabili yang mampu meraih oplah besar dan menjangkau khalayak di seluruh Nusantara.

elain The Asia Foundation, LSM internasional lainnya yang menjadi “funding” bagi kelompok pengasong paham Sepilis lainnya adalah Ford Foundation. LSM ini berkantor pusat di New York, Amerika Serikat, dan mempunyai cabang di Asia, Timur Tengah, Eropa, dan Afrika. Ford Foundation pernah terlibat dalam mendanai penerbitan buku berjudul “Fiqih Perempuan: Refleksi Kiayi atas Wacana Agama dan Gender” yang isinya sangat bertolak belakang dengan syariat Islam. LSM ini juga bekerjasama dengan LBH APIK, sebuah lembaga yang memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia.

Hari-hari ke depan, umat Islam akan dihadapkan pada persoalan RUU Kesetaraan Gender yang digodok di DPR dan diback-up oleh kelompok-kelompok pengusung virus Sepilis.Bukan tak mungkin, RUU ini adalah pesanan asing dengan tujuan merusak keyakinan umat Islam dan memecah belah bangsa ini. Karena itu, setelah mewaspadai keberadaan LSM-LSM yang membawa misi merusak keyakinan Islam, umat harus waspada terhadap upaya-upaya intervensi asing kepada lembaga-lembaga negara, seperti DPR, Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Agung. Lembaga-lembaga negara inilah yang terus berupaya mereka tekan, desak, dan kuasai. Jika lembaga-lembaga tersebut berhasil mereka tekan dan kuasai, kemudian lahirlah produk hukum dan perundang-undangan yang liberal, maka negeri ini tinggal menunggu azab Ilahi. Wallahu a’lam. (Bersambung)

No comments:

Post a Comment