18.4.12

Lebih Memilih Rakyat Menderita

Begitu hebatnya drama di paripurna DPR, Jum'at malam lalu. Suguhan theater yang menipu rakyat itu, berlangsung  hingga dini hari. Hasilnya hanya seperti memberi obat jenerik, kepada orang yang sudah menderita sakit akut, dan mendekati sekarat.

Hakekatnya, para anggota DPR itu, hanya menampilkan wajah pura-pura (bunglon), agar rakyat semuanya "mengamini", bahwa mereka pembela rakyat.

Padahal, tak satupun partai yang benar-benar berdiri dengan kaki tegak membela rakyat. PDIP pun tidak. Partai yang mengaku partainya "wong  cilik", ketika Mega menjadi presiden, juga menaikkan harga BBM. Membela "wong cilik" hanyalah pemanis bibir belaka.

Mega ketika berkuasa sama kapitalisnya dengan pemerintahan yang dipimpin SBY. Bahkan, di zaman Mega, aset-aset negara yang penting (blue chip) habis dijual kepada asing dengan harga yang sangat murah. Melalui tangan Menteri BUMN Laksana Sukardi, yang sekarang keluar dari PDIP.

Kenyataan paripurna DPR yang berlangsung hingga dini hari itu, akhirnya memberikan wewenang  kepada pemerintah menaikkan harga BBM, sewaktu-waktu. Karena, paripurna DPR yang berlangsung hingga dini hari itu, akhirnya menyetujui klausul pasal 7 dengan tambahan ayat 6A, yang memberikan wewenang kepada pemerintah menaikkkan harga BBM sewaktu-waktu, hanya dengan catatan apabila harga minyak mentah (ICP) di pasaran dunia naik, antara 5-20 persen.

Isyarat itu sudah disampaikan oleh Menko Ekuin, Hatta Rajasa, yang menegaskan bahwa keputusan menaikan harga BBM itu, domain pemerintah, bukan DPR. Dengan pernyataan Hatta itu, maka pemerintah dapat menaikkan harga BBM, kapan saja. Pemerintah mempunyai kewenangan alias descressi mengambil keputusan menaikkan BBM.

Tetapi, dalam kondisi seperti sekarang ini, di mana rakyat jelata, yang sudah tercekik itu, pantaskah pemerintah mengambil keputusan menaikkan harga BBM? Tidakkah ada opsi lainnya yang tanpa harus membebani rakyat jelata? Pemerintah pasti bisa, bila memiliki kemauan politik alias political will.

Pemerintah bisa mengurangi konsumsi BBM orang-orang kaya, seperti menaikkan pajak mobil pribadi yang lebih tinggi, membatasi kepemilikkan mobil pribadi orang-orang  kaya, dan sampai melakukan moratorium penjualan mobil selama beberapa tahun, bahkan membatasi umur mobil. Melakukan langkah-langkah efesiensi penggunaan listrik. Termasuk membatasi jam siaran telivisi, yang berdampak penggunaan listrik hingga pagi hari. Semua opsi langkah seharusnya dilakukan oleh pemerintah, sebelum mengambil keputusan yang berdampak semakin beratnya beban rakyat.

Kalau ditelaah lebih mendalam bisa dilihat, peluang tidak menaikkan BBM. Seperti, misalnya subsidi BBM Rp 30 triliun.

Sedangkan biaya plesiran anggota DPR ke luar negeri mencapai Rp 21 triliun. Gaji dan tunjangan pejabat Rp 215,7 triliun. Belanja barang Rp 138,5 triliun. Membayar utang Rp 42 triliun. Membayar cicilan bunga utang Rp 123 triliun. Belum lagi APBN yang dikorup angkanya mencapai 20-30 persen. Semuanya itu bisa direduksi yang dampaknya, tanpa pemerintah harus memilih menaikkan BBM.

Sementara itu, pemerintah masih harus menambah utang luar negeri sebesar Rp 54 triliun. Untuk apa tambahan utang luar negeri itu? Padahal, sisa anggaran APBN,2010 mencapai 57,42 triliun, tahun 2012 Rp 39,2 triliun. Ini angka-angka yang menggambarkan secara valid. Sebenarnya pemerintah mampu, tidak menaikkan  BBM, yang akan berdampak buruk bagi rakyat.

Benarkah subdisidi hanya dinikmati orang  kaya? Berdasarkan survey Ekonomi Nasional, hasil survey menunjukkan pengguna BBM itu, 65 persen rakyat menengah ke bawah, hanya 27 persen menengah keatas, dan hanya 2 persen orang  kaya. Inilah sebuah fakta yang mengatakan bahwa pengguna BBM itu orang kaya adalah bohong.

Bila demokrasi yang menjadi "tuhan" di negeri ini, maka seharusnya suara rakyat yang menjadi "tuhan" wajib patut didengar. Karena berdasarkan hasil survey LSI, 89,2 persen rakyat menolak kenaikkan BBM. Sementara  itu, rakyat di kota 77,9 persen menolak kenaikan BBM.

Jadi sebenarnya  aspirasi siapa menaikkan harga BBM itu? Aspirasi SBY dan Demokrat? Atau aspirasi  para kapitaslis di negeri ini?

Adakah aspirasi rakyat sudah tidak lagi didengar? Sementara itu, partai-partai yang sudah memberikan legitimasi kepada pemerintah menaikkan harga BBM, berpura menjadi pembela rakyat.  Wallahu'alam.

No comments:

Post a Comment