(Sumber: Jerry D. Gray, “Deadly Mist: Upaya Amerika Merusak Kesehatan Manusia” (diterjemahkan oleh Tetra Suari), Jakarta: Sinergi, Cet. I, Januari 2009, hal. 52-53, 186-195, 259)

Avian flu (flu unggas), biasa dikenal dengan flu burung, adalah salah satu virus flu yang paling aneh yang pernah saya tahu atau dengar sepanjang hidup saya. Saya tidak pernah mengetahui adanya suatu virus yang sangat selektif, ia mampu terbang ratusan mil melewati jutaan manusia yang dapat ia tulari, hanya untuk menulari dua atau tiga orang dan kemudian terbang kembali beberapa ratus mil lagi untuk memangsa korbannya yang lain.

Bahkan media internasional melewatkan berita utama—seperti wabah sebagaimana di bawah ini—dan memberikan prioritas lebih kepada satu atau dua kasus flu burung. Sebagai seorang jurnalis, saya merasa ini sebagai suatu keanehan.

  • Selama bulan Januari tahun lalu saja (2007), lebih dari 4.800 orang Indonesia terinfeksi oleh demam berdarah dan 75 meninggal dunia.
  • Selama tahun 2006, lebih dari 350.000 orang terinfeksi dan sedikitnya 1.500 orang meninggal dunia karena demam berdarah di seluruh Asia.
  • Selama setengah tahun pertama di tahun 2007, di seluruh Indonesia tercatat lebih dari 100.000 kasus demam berdarah, membunuh 1.100 orang. Pejabat Kesehatan di Jakarta percaya bahwa angka ini akan naik hingga 200.000 pada akhir tahun, bandingkan dengan 114.000 orang yang terinfeksi di tahun 2006. Liputan berita internasional mengenai epidemi ini sangat minim.
  • Ini adalah epidemi yang sangat serius, namun sangat kecil sekali liputannya oleh agen berita internasional. Ketika satu atau dua kasus flu burung atau korban flu burung diangkat ke permukaan, hal ini secara otomatis menjadi berita utama selama dua atau tiga minggu. Ini sangat tidak lazim. Sepertinya ada suatu hubungan antara flu burung dan media internasional. Saya ingin tahu, kira-kira hubungan apa itu?

Sekitar tahun 1983 atau 1985, Nancy Witham, seorang petugas peneliti di Laboratorium Angkatan Laut AS (NAMRU) di Jakarta, dengan bangga mengatakan bahwa dalam laboratoriumnya di NAMRU ada sebuah kontainer berisi lebih dari satu juta nyamuk hidup yang telah terinfeksi malaria untuk penelitian. Saya langsung berpikir apa yang akan terjadi jika mereka lepas dan beterbangan di kota Jakarta, di atas sepuluh juta manusia.

Pada sekitar tahun 2002-2008, demam berdarah telah menjadi epidemi yang menggemparkan dengan hampir pada waktu yang bersamaan di seluruh kota utama di Indonesia. Pada enam bulan pertama tahun 2007 ada 100.000 laporan kasus demam berdarah membunuh 1.100 orang. Yang mengherankan adalah tidak ada media internasional yang tertarik dengan epidemi ini, demikian juga WHO.

Kaki Ayam
Untuk alasan logis apa pemerintah AS memaksa dan mengancam Indonesia untuk membeli kaki ayam dari mereka? Mengapa epidemi flu burung dimulai tidak berapa lama setelah pemerintah Indonesia menolak untuk mengimpor kaki ayam dari Amerika Serikat? Ratusan ribu ayam dipotong di Indonesia, sehingga mengalahkan persaingan ayam AS. Saya pribadi merasa ini sebagai sesuatu yang aneh.

Pada tahun 2000, Indonesia melarang impor potongan kaki ayam dari Amerika Serikat
Batam Indonesia. Asia Pulse (11 April 2002):
“Pulau Batam telah menunda mengimpor potongan kaki ayam dari Amerika Serikat efektif mulai April 2002 sejalan dengan langkah pemerintah Indonesia, berdasarkan pelarangan impor yang mulai diundangkan pada tahun 2002.”

12 Oktober 2005, Asia Pulse melaporkan bahwa Menteri Pertanian Indonesia, Bapak Anton Apriyantono, telah menolak pernyataan bahwa pemerintah berencana untuk mengizinkan impor potongan kaki ayam dari negara-negara Amerika dan Eropa. Pak Anton mengatakan, “Rumor yang mengatakan bahwa Indonesia akan melakukan impor potongan kaki ayam sama sekali tidak memiliki dasar, dan kami akan menolaknya jika kami menerima permintaan dari kelompok tertentu.” Ia menambahkan bahwa rumor mengenai Indonesia akan mengimpor kaki ayam memang banyak sekali. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa ia tidak mengharapkan potongan kaki ayam diimpor, karena presiden sama sekali tidak membahasnya.

Bapak Menteri Anton Apriyantono menjelaskan, “Sungguh, kami tidak akan mengimpor potongan kaki ayam, karena produksi domestik kami cukup untuk memenuhi permintaan pasar. Bahkan ada tendensi produksi nasional akan berlebih dikarenakan adanya (flu unggas) dan kenaikan harga minyak yang lebih dari 100 persen.”

Alasan mengapa Menteri Pertanian menolak untuk mengimpor potongan kaki ayam adalah karena ketidakyakinan apakah ayam-ayam yang dipotong di negara-negara Amerika dan Eropa dikelola dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

“Mengelola pemotongan ayam berdasarkan hukum Islam atau tidak adalah isu yang sangat sensitif bagi peternak ayam lokal dan Muslim Indonesia.” Ia juga mengatakan bahwa para peternak unggas sedang berusaha keras untuk bangkit setelah serangan flu burung. “Jika potongan kaki ayam impor tiba di Indonesia, kondisi para peternak ayam kami akan menjadi semakin parah.”

Bukankah ini apa yang sebenarnya ingin dicapai oleh Tatanan Dunia Baru? Pertama mereka menghancurkan bisnis Anda (industri ayam, wabah flu burung), kemudian mereka menyuplai Anda dengan ayam-ayam mereka yang sangat mungkin merupakan hasil produk genetik sehingga menimbulkan efek terhadap kondisi kesehatan Anda secara keseluruhan. Jika misalnya, Indonesia tidak mengikuti rekomendasi yang penuh tekanan dari AS, maka mereka akan menghentikan pengiriman ayam-ayam ini (dan mungkin produk-produk lainnya) sehingga menaikkan harga lokal dan menghasilkan krisis karena kurangnya suplai ayam, suplai yang sekarang mereka (AS) kendalikan. Saya sangat ingin tahu siapa sebenarnya yang mengendalikan ekspor potongan kaki ayam di Amerika Serikat.

Departemen Keamanan Dalam Negeri AS menentukan siapa yang berhak hidup atau mati
Pada 5 Mei 2008, sekelompok dokter yang berpengaruh telah membuat suatu draf yang mengejutkan mengenai daftar rekomendasi untuk menentukan pasien mana yang dibiarkan untuk meninggal dunia selama pandemi flu burung atau bencana lainnya. Catatan daftar yang disarankan tersebut dihimpun oleh militer, Departemen Keamanan Dalam Negeri, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Departemen Kesehatan, Departemen Pelayanan Kesehatan dan Kemanusiaan, Lembaga-lembaga Pemerintah, dan kelompok-kelompok medis. “Sebagai persiapan, rumah sakit-rumah sakit harus menunjuk tim triage (sistem untuk memprioritaskan sesuatu berdasarkan sumber-sumber daya yang ada, tenaga kerja, dll) dengan tugas seperti tuhan yang menentukan siapa yang akan dan tidak akan mendapatkan perawatan yang dapat menyelamatkan jiwanya,” kata salah satu anggota tim.

Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari menuduh WHO dan Amerika Serikat melakukan konspirasi dalam pengumpulan sampel-sampel virus flu burung dan produksi vaksin-vaksinnya.

“Saya tidak membuat-buat cerita. Saya mendasarkan buku saya dari pengalaman saya sendiri. Ada bukti-bukti yang nyata mengenai hal ini,” Siti Fadillah Supari mengatakannya dalam suatu diskusi mengenai buku barunya yang baru beredar, Saatnya Dunia Berubah, Tangan Tuhan di balik Flu Burung.

“Saya katakan pada WHO bahwa mekanisme mereka dalam mengumpulkan virus-virus dari negara-negara berkembang sangat tidak adil. Cara yang sama dengan sebuah negara imperialis memperlakukan koloninya.”

Pada saat itu, katanya, pernyataannya membuat Amerika Serikat marah dan ia kemudian menyampaikan kecurigaannya atas “konspirasi antara WHO dengan negara superpower”. Ibu Siti (Menteri Kesehatan Indonesi) menolak cara diplomatik untuk mengurangi ketegangan yang terjadi antara Indonesia dan WHO.

“Diplomasi, di mata negara-negara super power, berarti kita harus melakukan apa yang mereka inginkan.”

Ibu Siti Fadillah selanjutnya marah ketika mengetahui bahwa sampel flu burung yang ia kirimkan digunakan secara eksklusif oleh 15 orang ilmuwan di Laboratorium Amerika Serikat di Los Alamos. Seorang peneliti biodefense di Kementerian Pertahanan, Isro Samiharjo, mengatakan kepada para tamu bahwa Pemerintah AS menggunakan Los Alamos untuk mengembangkan senjata biologi (ini benar!).

“Indonesia berusaha untuk membela kepentingan negara-negara miskin dengan menolak untuk berbagi sampel virus flu burung dengan negara Barat dan terkunci dalam kesalahpahaman budaya atas isu tersebut.” Menteri Kesehatan mengungkapkannya pada hari Rabu. Siti Fadillah Supari lebih lanjut mengatakan dalam wawancaranya bahwa laboratorium media Angkatan Laut AS (NAMRU) yang berada di Indonesia untuk melakukan penelitian atas penyakit-penyakit tropis sama sekali tidak memberikan keuntungan apapun pada negara tuan rumah, dan tidak transparan dalam operasinya. Menteri mengatakan bahwa Laboratorium Angkatan Laut AS di Jakarta telah menerima sampel virus dari seluruh bagian Indonesia, tetapi sekarang sudah dihentikan. “Kami tidak tahu apa yang terjadi dengan virus-virus yang kami kirimkan itu.”

Obat Flu Burung Racun Bagi Remaja
Pada 13 Mei 2008, kecemasan timbul terhadap efek samping dari obat flu burung, Tamiflu, terhadap para remaja. Tamiflu adalah antivirus untuk influenza umum A dan B yang dibuat oleh Hoffman La Roche’s di Swiss, tetapi digunakan juga untuk melawan flu burung. Walau demikian, kekhawatiran telah muncul tentang kemungkinan obat tersebut menimbulkan kerusakan mental bagi remaja. Walaupun obat ini menjadi satu-satunya obat yang terakreditasi oleh WHO sebagai obat efektif untuk melawan virus H5N1, Pemerintah Jepang dan Korea melarang obat tersebut diberikan kepada remaja.

Badan Makanan dan Obat-obatan Korea mengumumkan bahwa obat tersebut tidak diperkenankan untuk diberikan kepada para remaja berusia antara 10 hingga 19 tahun, kecuali dalam kondisi yang sangat mendesak. Keputusan pemerintah ini dikeluarkan setelah Badan Kesehatan Jepang melarang obat ini diberikan kepada para remaja pada bulan Maret 2007.

Sejak saat itu, ada 1.268 kasus perilaku luar biasa yang dilaporkan, dan 85% adalah remaja. Mereka dilaporkan melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari gedung-gedung atau mobil.

Di samping potensi berbahaya dari efek sampingnya, Tamiflu belum pernah terbukti efektif untuk melawan flu burung, hanya WHO yang menyatakan demikian, walaupun bukti-bukti menunjukkan sebaliknya.

Peringatan para ilmuwan
Peringatan para ilmuwan terhadap epidemi flu burung (27 Mei 2008)
Para ilmuwan memperingatkan pada hari Senin bahwa keturunan flu burung telah maju mendekati pengembangan ciri-ciri yang dibutuhkan untuk menciptakan suatu epidemi di kalangan manusia. Para peneliti yang menganalisa sampel virus burung yang terbaru menemukan turunan virus yang bernama H7N2 yang dapat beradaptasi lebih baik pada mamalia hidup.

Para ilmuwan mengidentifikasi turunan kedua H7 yang dapat menimbulkan pandemi (27 Mei 2008)
Menurut para ilmuwan Amerika, flu burung turunan H5N1 yang sejauh ini telah membunuh 241 orang bukan satu-satunya yang dapat menciptakan pandemi. Para ilmuwan telah menemukan bahwa beberapa turunan H7 sudah mulai berevolusi menjadi turunan yang dapat secara mudah menginfeksi manusia.

Chemtrails dan Flu Burung
NWO berusaha membuat kita semua sakit dan berusaha untuk mengurangi semangat kita melawan, dengan cara menyemprotkan debu Ethylene Bromide dan micro fiber di langit. Tidak saja tubuh kita bereaksi terhadap chemtrails ini; tetapi zat tersebut juga membuat kita mudah sakit dan membuat penyembuhan menjadi lama pada sebagian orang. Saya percaya (teori saya) mengapa mereka melakukan hal ini adalah untuk “mempersiapkan” kita menerima virus flu burung yang telah dimodifikasi, yang akan menginfeksi jutaan orang di dunia.

http://unseenhands.wordpress.com/2010/01/07/ketidaklaziman-flu-burung/