5.12.09

Menikmati Dakwah Lewat Radio di Filipina

Radio tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk menyiarkan musik dan acara hiburan. Di Filipina, banyak orang tertarik masuk Islam dari program acara radio

Hidayatullah.com--Islam bukan monopoli orang Arab dan para ulama. Dari mana pun asal dan latar belakang seorang Muslim, ia dapat menyebarkan Islam dengan cara yang mampu dilakukannya. Seperti pengalaman Duston "Hajji Saifullah" Barto, seorang warga Amerika Serikat yang bekerja sebagai penyiar radio di Filipina. Dengan kepiawaiannya memproduksi acara radio, ia berhasil menyampaikan pesan-pesan Islam, sehingga banyak orang tertarik untuk memeluk Islam.

***
Hanya beberapa pekan setelah empat orang Filipina mengucapkan dua kalimat shahadat, saya (Barto) dan istri saya Aisyah, diundang untuk menyaksikan orang lain yang juga ingin masuk Islam. Dengan gembira mereka menyambut tiga orang Muslim baru, salah satunya bernama Paula.

Paula, seorang wanita Katolik berusia 20 tahun, tertarik untuk masuk Islam setelah mendengarkan acara-acara radio yang diproduksi Barton. Paula datang bersama dengan Deena, seorang wanita yang dikenalnya dalam sebuah acara debat antara Muslim dan pengikut Kristen Advent Hari Ketujuh. Deena adalah pendengar setia "Wanita dalam Islam", sebuah program radio yang dikelola Barton. Ketika Paula memutuskan untuk pindah agama, ia ingin ada pengelola acara tersebut yang menjadi saksi baginya.
Beberapa hari setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, Paula memilih "Jannah" sebagai nama barunya, yang dikiranya berarti "taman". Dengan senang hati Barton memberitahukan, bahwa Jannah bukan sekedar taman biasa, tapi itu artinya adalah "taman surga".
Keponakan laki-laki Deena yang berusia sepuluh tahun juga ikut mengucapkan syahadat. Saat usianya sembilan tahun, bocah itu telah memutuskan untuk mendalami Islam, meskipun tidak ada seorang pun di keluarga terdekatnya yang Muslim. Ia kemudian belajar bagaimana membaca huruf-huruf Arab dan berhasil menghapal 19 surat dalam Al-Quran.
Di keluarga, ia mendapat siksaan dari saudara-saudara kandungnya, namun bocah itu tetap mempertahankan keyakinannya.
Satu hari, ibunya menyiapkan makan malam, ia berkata pada ibunya, "Ibu, saya tidak bisa makan daging itu, karena tidak halal. Saya hanya akan makan nasi dan garam saja."
Mendengar hal tersebut kontan ibunya marah dan memukuli pantat bocah itu.
Perlakuan kasar sang ibu, tidak menggoyahkan imannya. Ia malah khawatir syahadatnya tidak diterima, karena hanya disaksikan oleh bibinya, Deena. Oleh sebab itu, ia meminta Barton dan istri menjadi saksi bahwa ia masuk Islam.
Dalam waktu satu minggu setelah pertama kali videonya ditampilkan di Youtube, lebih dari 360 orang telah menyaksikan rekaman syahadatnya. Dan hal yang paling menggembirakan adalah, keislaman bocah itu menjadikan ibunya tertarik untuk mempelajari Islam.
Keponakan Deena tersebut mempunyai seorang teman berusia 12 tahun. Anak itu juga telah menjadi seorang Muslim. Keduanya saling tolong-
menolong dalam menghapalkan al-Qur'an dan selalu pergi bersama ke rumah Deena untuk melaksanakan shalat.
Heidi dan Cecille, adalah dua orang perempuan lain yang disaksikan keislamannya oleh Barton. Mereka berasal dari keluarga Katolik. Usianya baru 20-an tahun, tapi mereka sangat bersemangat menunjukkan Islam kepada teman-temannya.
“Senang sekaligus merasa beruntung karena menyaksikan semakin banyak orang yang memeluk Islam, “ ujar Barton semangat. Barton akhirnya giat membuat program acara radio untuk disebarluaskan ke berbagai radio Muslim di seluruh dunia. Barton juga berupaya mencari sponsor untuk membiayai acara radio yang dibuatnya.
Baginya sangat ajaib, untuk menghasilkan tiga buah acara, "The Message" dan versinya dalam bahasa Tagalog, serta "Women in Islam", total biaya setiap bulan yang dikeluarkan hanya 500 dollar.
Barton dan teman-temannya juga membuat drama radio Muslim pertama di Filipina. Empat episode pertama ditulis oleh ibu mertua dan disutradarai oleh temannya, Rallam Muhammad. Drama itu menggunakan suara-suara orang yang sudah berpengalaman di Filipina, baik Muslim maupun non-Muslim. Naskahnya bercerita seputar masalah-masalah nyata yang kerap ditemui sehari-hari dan diberikan solusi sesuai dengan hadist-hadist Rasulullah. Selama sebulan mereka mampu memproduksi drama radio berkualitas tinggi hanya dengan biaya 1.000 dollar, sudah termasuk biaya studio, pemain, pengeditan suara dan biaya tayang.
Setiap hari Barton merasa bersyukur, karena Allah telah membawanya ke Filipina, sehingga ia bisa ikut menyebarkan pesan-pesan Islam dengan cara yang mungkin tidak bisa dilakukannya di Amerika. [di/dmu/www.hidayatullah.com]

No comments:

Post a Comment